Minggu, 21 Desember 2014

The Bebebs Goes to Indochina (2) : Menengok Sejarah Khmer Merah di Phnom Penh

Hari ke tiga trip The bebebs.

Saatnya pindah negara, pindah kota. Phnom Penh, Kamboja. Bahkan saya tidak tahu apa yang menarik di sana. Kamboja, negara yang jarang saya dengar namanya. Well, geografi saya memang buruk sebelum terobsesi menjelajah seluruh negara di Asean. Saya harus googling dulu negara mana saja yang termasuk negara ASEAN.

Perjalanan dari Ho Chi Minh City ke Phnom Penh memakan waktu sekitar 6-7 jam. Kami harus melewati perbatasan untuk melakukan pemeriksaan paspor dan mendapat cap tanda masuk negara Kamboja. Siang hari kami sampai di Phnom Penh. Seperti biasa, Prima, si ketua rombongan langsung sigap melobi supir tuktuk untuk membawa kami ke Guest House. Europe Guest House. err... namanya heboh ya..
Hello Phnom Penh!


Rapih sih kamarnya... tapi bantal dan kasurnya bau banget :(
Yang namanya perjalanan selalu melelahkan. Sampai kamar minimal tidur-tiduran dulu. Gogoleran dulu. Selfie dulu (?)
The Bebebs udah sampai Kamboja neyh!
Sorenya kami berniat ke Royal Palace. Berjalan kaki sambil menikmati tata kota yang dijuluki Mutiara Asia. Menjadi salah satu bekas daerah jajahan Perancis, tidak heran arsitektur kota ini mewarisi gaya Perancis pula. Sejauh mata memandang kala itu, sulit untuk menemui gedung pencakar langit. Tidak seperti ibu kota negara lainnya, Phnom Penh sebagai jantung aktivitas masyarakat Kamboja terlihat sepi dan tidak terlalu sibuk. Hanya ada satu gedung tinggi yang saya lihat. Terlihat menonjol diantara bangunan lainnya.

Royal Palace sudah tutup, tujuan pun beralih ke Wat Phnom. Karena sudah kemalaman, Wat Phnom yang terletak di tengah sebuah taman kecil jadi tampak menyeramkan. Gelap dan sepi. Kami tak berlama-lama di sana. Setelah makan malam seadanya di pinggir jalan, kami kembali ke penginapan untuk beristirahat.

Hari yang menegangkan tiba. Sebelum berangkat trip ini, Yuli sudah mewanti-wanti saya kalau dia tidak mau ikut tur ke Killing Field dan Tuol Sleng. Saya heran. Kenapa gitu? Penasaran, saya googling informasi yang berkaitan dengan kedua tempat tersebut. Kedua tempat tersebut menyimpan sejarah besar masyarakat Kamboja dan Khmer Merah. Saya pun bergidik membaca beberapa sejarah ceritanya. Kejam. Yuli tidak sanggup untuk melihat dan merasakan langsung pengalaman tersebut. Baiklaah.. Jadi tur menengok sejarah Khmer Merah diikuti kami semua kecuali Yuli.

Supir tuk-tuk sewaan membawa kami ke The Killing Field (Choeung Ek Genocidal Center). Lokasinya cukup jauh dari pusat kota. Dari pintu gerbang suasananya biasa saja. Tidak menyeramkan.
Seperti berfoto di depan taman biasa kan?
The Killing Field, ya.. ini lah tempat untuk membunuh, pembantaian massal ketika rezim Khmer Merah berkuasa. Dari anak kecil hingga orang tua, tanpa ampun. Tahanan-tahanan yang ada di Tuol Sleng juga sebagian di bunuh di sini, kemudian mayatnya dikubur di sini juga. Cuaca mendung semakin mendukung suasana merinding ketika saya masuk ke area Killing Field. Kami pun berkeliling. Saya tidak mau terpisah dari rombongan, meski itu siang hari dan pengunjungnya tidak kami saja, tapi suasana mencekam mulai terasa. Apalagi membaca setiap penjelasan detil di tempat-tempat tertentu. Apa yang terjadi di tempat itu berpuluh tahun yang lalu.

Mereka dibawa ketempat tersebut menggunakan truk truk besar. Setelah diturunkan cara membunuhnya pun berbeda-beda. Saya masih merinding kalau mengingat itu semua. Membayangkan saja tidak tega, bagaimana menjadi saksi langsung kejadian tersebut. Kejadian ini 10 11 dengan sejarah PKI di negara kita di masa lampau kali ya?

Tengkorak para korban kekejaman Khmer Merah
Tulang belulang korban yang tersisa
di lubang-lubang besar ini lah mayat para korban dikumpulkan dan ditumpuk begitu saja
Kebayang ga sih mereka tega banget membunuh anak kecil :(
Saya tidak ingin berlama-lama di tempat tersebut. Tapi lokasi selanjutnya tidak kalah bikin merinding. Tuol Sleng atau S-21. Kembali ke tengah kota, tempat ini tadinya adalah sebuah sekolah yang berubah fungsi menjadi penjara ketika Pol Pot berkuasa. Pol Pot, sang pemimpin Khmer Merah telah membantai 1,7-2,5 juta manusia di tahun 70-an. Ntah dia gila atau gimana, kok hobi banget membunuh orang sampai sebanyak itu. Sebelum dibunuh ya disiksa dulu dong. Di cambuk, di setrum, di lelepin ke dalam tong air, di bor kepalanya, dan masih banyak lagi. Sarap.
Gedung sekolahan biasa, terbagi menjadi 3 bagian, setiap bagian memiliki fungsi tersendiri
Sebelum di bunuh, di nomorin dulu, di foto. :(
Ruang kelas yang 'disulap' jadi tempat penyiksaan
beberapa foto korban. Yang lebih sadis? Ada di sana..
Perempuan ini sedang menunggu kepalanya di bor dengan alat itu :(
10 peraturan Pol Pot
Masyarakat yang selamat dari kekejaman Pol Pot bisa dihitung dengan jari, tidak lebih dari 10 orang. Sisanya habis bis bis di bantai. Untuk sejarah lengkapnya bisa di cari tahu sendiri ya. Berkunjung ke dua tempat ini meninggalkan kesan yang mendalam bagi diri saya. Ntah terpengaruh suasana atau gimana, saya bisa merasakan duka mendalam yang dimiliki masyarakat Kamboja. Yuli yang ga ikut tur ini, malah kena curhatan si pemilik penginapan yang ternyata keluarga-keluarganya termasuk jadi korban kekejaman Khmer Merah. Banyak yang lebih pedih ternyata coy daripada whatsapp yang di read doang sama gebetan atau dibales 'hahahaha' aja (?)

Shopping time! Abis liat yang serem-serem, kami masih punya waktu sebentar untuk mengunjungi Central Market. Saya bisa bilang ini pasar murah banget. Kami banyak borong kaos bagus bahan adem dengan harga yang sangaaaattt murah. Kalau ga inget ga punya bagasi pas pulang dan masih harus pindah kota, saya rasanya pengen beli kaos-kaos lucu itu yang banyak.


Royal Palace-nya lagi di renovasi
Selesai berbelanja-ria, kami pun naik bus untuk pindah ke kota selanjutnya. Siem Reap. Ah ya.. Kami sempat singgah lagi di Phnom Penh ketika pulang dari Siem Reap. Kami kehabisan tiket bus langsung dari Siem Reap ke Ho Chi Minh City. Mau tidak mau kami harus transit dulu di Phnom Penh. Iseng menunggu malam karena bus kami berangkatnya tengah malam, kami mampir dulu ke Phnom Penh Night Market. Seru sih. Seperti pasar malam pada umumnya. Tujuan saya? Tentu makan dong. masa belanja. :)) 


Sepanjang perjalanan ke Siem Reap saya berulang kali bilang ke Prima, ga mau balik lagi ke Phnom Penh. Terlalu kelam dan gelap masa lalunya. Masa lalu saya aja ga gelap-gelap banget (?) Apa mungkin ini juga yang menyebabkan negara ini seperti tertinggal pembangunannya dibanding negara lain. Meski udah move on (?) namanya sejarah akan terus diingat kan? Forgiven but not forgotten...

Kecups,


Sonya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar