Jumat, 19 Desember 2014

Trip Resolusi (3) : Menyendiri di Tanjung Bira

How can I'm not love you?
Setelah berkunjung ke gua dan melihat makam batu, tujuan saya selanjutnya adalah Tanjung Bira. Perjalanan dari Toraja menuju Makasar memakan waktu kurang lebih 8 jam juga. Seperti biasa, kalau perjalanan panjang yang jalanannya berkelok, saya lebih baik memilih bus malam agar bisa tidur. Sampai di perwakilan bus Litha & Co jam 5 pagi. Saya menyeret langkah sambil mengumpulkan nyawa. Berdiri di pinggir jalan sambil memerhatikan pete pete yang lewat. Tujuannya ke terminal Malengkeri. Dari terminal Malengkeri naik mobil panther ke Bulukumba, baru lanjut ke Tanjung Bira.

Kucel. Lusuh. Mulai terasa lelah. Tapi saya belum menyerah. Satu destinasi lagi, saya menghibur diri. Sesampainya di terminal, clingukan bengong. Masi sepi. Tapi sudah ada ibu-ibu yang berjualan sarapan di situ. Si Ibu itu sepertinya memandang saya kasihan. Dia bertanya lembut kepada saya.



"Adik mau apa?"

"Mau makan bu.. saya pesan ya nasi kuningnya.."

"Mau kemana kah?"

"Mau ke Tanjung Bira, Bu. Saya naik mobil yg mana ya? Jam berapa?"

"Oh nanti tunggu saja, jam 7 biasanya berangkat."

Kemudian saya asik menyantap sarapan sederhana pagi itu. Ada rasa haru yang timbul. Saya sendirian, jauh dari rumah, saya belum pernah merasa sekucel dan segembel ini. Ternyata begini ya rasanya semua serba pas-pasan meski di negeri sendiri. Yang bisa membantu hanya orang yang ada disekeliling kita aja. Ga mungkin kan saya telpon papa atau mama terus nangis kok begini amat. Big no no. Lagipula orang tua saya selalu mendukung trip-trip yang saya lakukan. Mereka tahu saya pergi dengan budget yang terbatas, karena itu memang mau saya, jadi mereka hanya selalu berdoa agar anak perempuan petualangnya ini kembali ke rumah dengan selamat.

Sekitar pukul 7, mobil panther siap berangkat ke Tanjung Bira. Saran saya sebelum berangkat harus ditanyakan dulu mobilnya ke Bulukumba atau langsung ke Tanjung Bira. Kebetulan mobil yang saya naiki mau mengantar langsung ke Tanjung Bira. Tarifnya Rp 60.000 saja. Susunan kursinya adalah bangku paling belakang yang biasanya diisi 3 orang mepet, diisi 4 orang. Bangku tengah juga biasanya diisi 3, diisi 5 orang. Kursi depan yang biasanya 1 orang, diisi 2 orang. Saya duduk didepan. Kebayang kan hebohnya kondisi mobil gimana. 4-5 jam perjalanan menuju Bulukumba dengan angin sepoi-sepoi. Engga bisa gerak coy!

Mobil sempat berhenti sekali untuk makan siang. Di mobil itu terdiri dari penduduk lokal yang membawa barang belanjaan untuk di Bulukumba. Mungkin mereka pedagang. Lalu ada juga dua perempuan bule. Nah, supirnya kan ga bisa bahasa inggris sama sekali, si cewe-cewe bule ini mau cari ATM. Jadi lah saya sebagai perantara si bule dan si supir. Supirnya marah-marah karena dia kan dibayar umum, bukan carteran, harusnya ga bisa cari ATM kayak gini. Habisin waktu. Lah... Abangnya malah marah-marah ke saya. --"

Kata pak supir, kalau kita mau sewa mobil Makassar-Tanjung Bira 600ribu sekali jalan. Bisa minta dijemput juga dari bandara, tapi sayang nomor pak-paknya hilang. Mungkin sekarang karena BBM sudah naik pasti harganya juga naik lah ya. Tapi kalau kamu pergi rame-rame dengan teman, saya sarankan untuk sharing mobil daripada harus berdesakan naik dengan penumpang umum lainnya. Kemudian... timbul drama baru, keesokan harinya ada pilkada di sana yang memungkinkan supir-supir tidak beroperasi. Jeng Jeng!! Terus cemanaa pulangnyaaa? Si pak-pak supir ini mau menjemput lagi, tapi dengan tarif 150rb. I have no choice. Daripada ga bisa pulang. Yasudahlahya.. Dia berjanji akan menjemput jam 1 atau 2 siang.


Sampai di Tanjung Bira jam 1 siang. Huaaahh....siang banget. Belum tau mau menginap di mana. Jadi saya sudah ada pilihan penginapan yang murah. Pilihan pertama adalah Nini's Guesthouse/Sushine Guesthouse. Sederhana, murah, tapi viewnya bagus karena terletak agak di atas. Pas saya telepon ke pemiliknya, eh tutup lagi renovasi. :( Akhirnya saya beralih ke Rizwan Guesthouse. Kalau sendiri 120rb sudah sama sarapan, kalau berdua 150rb. ih lebih murah kan ya.. Bang Rizwan dan istrinya baik banget. Pas sampai langsung dikasih peta sekitar, spot-spot mana saja yang oke untuk dilihat. Tapi kan saya ga bisa bawa motor, jadi jalan-jalan yang bisa dijangkau dengan jalan kaki aja.


Kamar dengan kipas angin. Yang penting bisa tidur ya kak..
Setelah beristirahat sejenak, saya berjalan ke pantai terdekat. Hanya duduk, diam, memandangi sunset, banyak dialog dengan diri sendiri saat itu. Terdengar melankolis. Tapi memang begitu adanya. Lagi-lagi karena saya datang di Bulan Januari. Cuaca kurang begitu bagus. Tapi Lumayan lah ya, masih bisa melihat keindahan Tanjung Bira...





Keesokan paginya, saya semangat karena rencana mau snorkeling didekat pantai. Ada pulau kecil tak jauh dari pantai. Tapi untuk menuju kesana harus menyewa perahu kurang lebih 250rb. Yah.. Namanya juga on budget, saya urungkan ke pulau itu.

"Bang, saya mau sewa alat snorkeling dong!"

"Adik mau snorkeling di mana?"

"Di tempat ini.." *nunjukin peta yang dikasih Bang Rizwan sebelumnya*

"Sama siapa?"

"Sendiri lah bang...."

"Haduh.. jangan deh Dik. Arus sedang kencang. Disana juga sepi. Nanti kalau adik ada apa-apa tidak ada yang tahu..."

"yah..."

Kecewa sih. Tapi ya saya menurut saja perkataan orang yang memang tau kondisi di sana. Saya masih mau pulang ke rumah dengan selamat. Terus akhirnya ngapain? Matahari bersinar cukup panas meski baru jam 10 pagi. Saya berjalan ke pantai, menyelupkan air, bermain ombak. Sendiri. Pantainya sepiiiii bangettt.. Engga ada orang. Serasa milik sendiri tapi kan sedih ya sendirian banget sis? Dengan mengandalkan timer di kamera saya, saya berhasil membuat photo session ini. :p








Let's get lost.. ;)
Setelah menunggu dengan harap harap cemas takut ga dijemput, akhirnya si abang itu jemput juga. Lumayan menegangkan loh jalan menuju Makassar di malam hari. Sampai Makassar sudah jam 9 malam. Langsung menuju hotel, Alhamdulillah hotel kak!!! Hotel beneran! Sudah di bookingin si papa sebelumnya. Esok siangnya saya kembali ke Jakarta.

Dari perjalanan ini saya belajar untuk berkompromi dengan keadaan dan diri saya sendiri. Sesulit apapun kondisinya, jangan mengeluh. Bagaimana cara menerima segala kekurangan yang memang kita buat sendiri. Sepanjang jalan saya terus berkomunikasi dengan diri saya. Mencoba melihat segala sesuatunya dari sisi yang berbeda. Selain itu, berulang kali mengucapkan syukur kepada Tuhan ketika melihat betapa indah ciptaan-Nya. Tidak ada yang bisa kita ajak untuk berbagi betapa indahnya pemandangan di depan kita kan?

Jalan dengan teman memang selalu menyenangkan. Tapi kalau kamu sedang butuh untuk berbicara dan mengenal kemampuan diri sendiri, saya sarankan untuk traveling sendirian. Menantang dan menyenangkan!

Kecups,


Sonya

2 komentar:

  1. Luv this post!!! Bon, kamu emang inspirasi travel akuh bangetttttt!! kis kis

    BalasHapus
  2. makasih ya mas Ay.. kita saling menginspirasi ya mas Ay.. kisses!

    BalasHapus